by Admin
SEJARAH KAMPUNG MUARA JAWAQ
Berdirinya Kampung Muara Jawaq
Kampung Muara Jawaq memiliki sejarah panjang yang berawal dari pemecahan Kampung Abit. Dari pemecahan tersebut, terbentuklah beberapa kampung baru, termasuk Muara Jawaq, yang pada awalnya belum memiliki struktur kepengurusan resmi. Nama-nama penting yang muncul dari pemecahan tersebut adalah Arsa, yang kemudian dikenal sebagai Muara Jawaq, Singa yang menjadi Sakaq Tada, dan Setya yang menjadi Sakaq Lotoq.
Sejak pemecahan kampung ini, Muara Jawaq mulai menyusun struktur kepemimpinan dan lembaga masyarakatnya. Namun, tahun pastinya kapan struktur kepemimpinan ini terbentuk tidak tercatat dengan jelas. Berikut adalah urutan pemimpin dari Muara Jawaq, mulai dari sebelum adanya petinggi hingga sekarang:
1. Pak Arsa Nyaran (Dayak, putra daerah) - Pemimpin awal sebelum adanya struktur petinggi.
2. Pak Arsa Ayong (Dayak, putra daerah) - Diangkat sebagai Arsa.
3. Pak Mpok Gerus - Petinggi pertama.
4. Pak Krani (Dayak, putra daerah) - Petinggi kedua, kemudian diangkat menjadi kepala adat.
5. Pak Pasan - Petinggi ketiga, kemudian diangkat menjadi kepala adat.
6. Pak Sabri (Suku Kutai Kota Bangun) - Petinggi keempat.
7. Pak Lanjang - Petinggi kelima.
8. Pak Kebus Ayong - Petinggi keenam, pada masa ini kepala adat masih dijabat oleh Pak Krani.
9. Pak Yohanes Idris - Petinggi ketujuh.
10. Pak Amunius Sanjen - Petinggi kedelapan, dengan kepala adat dijabat oleh Pak Selang Ayong.
11. Pak Kadir - Petinggi kesembilan, yang mengundurkan diri, kepala adat pada saat itu adalah Pak Unggo.
12. Pak Taruna - Petinggi kesepuluh, setengah masa jabatan Pak Taruna, kepala adat diambil alih oleh Pak Bencen.
13. Pak Masrun Abel - Petinggi kesebelas, di akhir masa jabatannya, kepala adat dijabat oleh Pak Teopilus.
14. Ade Yudas - Petinggi kedua belas, yang menjabat hingga saat ini.
Asal Nama dan Filosofi Muara Jawaq
Nama "Muara Jawaq" berasal dari seorang tokoh yang bernama Jawaq. Jawaq dikenal sebagai orang yang pertama kali membuat pondok di daerah yang kini dikenal sebagai Muara Jawaq, tepatnya di dekat pelabuhan dan sering mandi di Sungai Lalung. Karena kebiasaan mandi di sana, daerah tersebut akhirnya dikenal sebagai muara sungai, dan dari situlah nama "Muara Jawaq" muncul.
Jawaq adalah penduduk asli dari Abit yang datang ke daerah ini awalnya untuk mencari ikan dan nafkah, kemudian memutuskan untuk menetap. Nama Muara Jawaq menjadi warisan dari kehadirannya di daerah ini.
Sungai Lalung, yang juga memiliki sejarah tersendiri, terkenal sebagai tempat tinggal ular belut besar yang menelan seorang tokoh bernama Lalung. Selain itu, ada juga kisah tentang Nampas yang menjadi korban ular belut besar di sungai yang sama. Kisah-kisah ini menjadi bagian dari cerita rakyat yang memperkaya sejarah dan identitas Kampung Muara Jawaq.
Peninggalan dan Cagar Budaya
Kampung Muara Jawaq juga menyimpan peninggalan sejarah yang berharga. Salah satunya adalah patung Logai, yang dahulunya dibuat oleh seorang bernama Logai, seorang seniman pembuat patung beliyan. Namun, patung tersebut kini sudah tidak ada lagi.
Di belakang SDN 011, terdapat cagar budaya yang menyimpan kisah tragis tentang seseorang bernama Bon, yang dibunuh di daerahnya sebelum sampai ke Muara Jawaq. Patung-patung dari tempat Bon diambil sebagai bagian dari ritual adat, yang masih diyakini oleh masyarakat hingga saat ini sebagai sarana untuk memohon bantuan melalui ritual adat.
Selain itu, terdapat makam keramat dari Pak Ayong di RT 6, yang juga menjadi bagian dari warisan budaya dan spiritual Kampung Muara Jawaq. Makam ini dihormati dan sering dijadikan tempat ziarah oleh masyarakat setempat.